Jumat, 21 Januari 2011

KAUM SOK TAHU (PENENTANG SUFI) DAN KAUM YANG BENAR-BENAR TAHU (SUFI) TULISAN INI DI PERSEMBAHKAN UNTUK SESEORANG YANG MENAMAKAN TULISAN NAMANYA DENGAN SITI JENAR
Dunia ciptaan Tuhan tidak hanya diciptakan dari segi kasat mata saja, tetapi juga memiliki dimensi ruhani.

Orang yang hanya memahami dunia secara kasat saja, adalah orang yang sudah terjebak pada dimensi lahiriah. Sungguh malang ia, karena ia dubutakan pandangan pengetahuannya terhadap hal-hal yang bersifat ruhani.

Biasanya orang semacam ini mengklaim bahwa ia sudah memahami segenap pengetahuan yang didapat. Padahal menurut Sultanul awliya Syekh Abul Hasan as-Syadzili ibarat seseorang yang mandi di kubangan air dan merasa sudah mandi di air laut. Padahal mencapai pantainya saja tidak.
Untuk mendalami dunia ruhani maka seseorang tidak akan bisa melakukannya hanya dengan teori-teori semata. Dzauq, intusi, dan mukasyafah adalah modalnya. Orang-orang yang tidak pernah mengalami pengalaman dunia ruhani akan mengaggap bodoh terhadap orang-orang yang sudah mengalaminya.
Mereka akan berkata: “Sok tahu!” Hal inilah yang biasa dikatakan penentang-penentang para sufi. Mereka hanya menganggap orang-orang sufi sebagai pribadi-pribadi yang terlena dengan jebakan setan dan kamuflase semata.
Mereka juga hanya menyatakan bahwa para sufi adalah orang-orang yang selalu mengada-ada, sok tahu, sok dekat dengan Tuhan, yang padahal kata-kata, pengalaman dan teori-teorinya hanyalah dusta belaka.
Sungguh ironi fenomena semacam ini. Apalagi ketika saya membaca buku-buku Hartono Ahmad Jaiz yang jelas-jelas tidak hanya menafikan kalangan sufi, tetapi juga mendustakan sampai mengkafirkan mereka. Menanggapi hal ini saya hanya bisa menjawab di dalam hati dengan: “sangat dangkal ilmumu.”
Saya pun teringat kisah di dalam al-Qur’an yang mengisahkan Nabi Musa ketika ditanya oleh ummatnya: “Apakah ada orang yang lebih alim dibanding anda?” Nabi Musa menjawab: “Saya adalah orang yang paling alim” tetapi Allah menegur dan memberitakan bahwa ada orang yang lebih alim dibanding dirinya. Menurut para ulama ia adalah Nabi Khidir.
Dan ketika Nabi Musa mengikuti petualangan bersama Nabi Khidir beliau tidak memahami apa yang dilakukan Nabi Khidir, muali dari membunuh anak kecil, membocorkan perahu dan lain sebagainya. Nabi Musa selalu protes terhadap perlakuan Nabi Khidir. Semua itu salah, salah dan salah. Tapi setelah Nabi Khidir menjelaskan letak perkara dan alasannya, maka Nabi Musa mengerti akan hal itu.
Bahwa ketika Nabi Khidir membunuh anak kecil,beliau mengetahui kelak jika anak itu hidup hingga dewasa, ia akan menjerumuskan kedua orang tuanya kedalam kekafiran, sedangkan ketika mereka berdua menaiki perahu kemudian dibocorkan perahu tersebut alasannya karena Nabi Khidir sudah mengetahui akan ada perampokan yang akan merampas perahu itu, sementara perahu tersebut milik orang miskin.
Kisah ini merupakan sebuah gambaran orang yang sok tahu dan orang yang benar-benar tahu terhadap masalah-masalah kebenaran ilahiyyah. Orang yang sok tahu akan menyalahkan orang yang benar-benar tahu.
Kita juga bisa melihat sebuah hadits, ketika Rasulullah saw diserahkan seorang pencuri beliau berfatwa “bunuh dia” kemudian sahabat berkata: “tapi dia hanya mencuri ya rasul” tetapi rasul menjawab sampai tiga kali “ bunuh dia” sahabat masih tetap menjawab “ia hanya mencuri ya rasul” kemudian rasul memberi fatwa “potong tangannya.”
Ketika Rasullah wafat pencuri itu kembali mencuri, maka ia dipotong tangan kanannya. Setelah itu mencuri lagi dan dipotong lagi tangan kirinya. Kemudian mencuri lagi. Dipotong lagi kaki kanannya. Lalu mencuri lagi, dan dipotong lagi kaki kirinya. Dan ia masih tetap mencuri, maka akhirnya ia dibunuh.
Menanggapi hal ini Abu Bakar berkata: “benar apa yang dikatakan Rasulullah, beliau berfatwa untuk membunuh orang ini.” Hadits ini memberitakan kepada kita bahwa Rasulullah sudah tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Inilah yang dinamakan dengan kasyaf. Dan pengetahuan semacam ini hanya dimiliki oleh orang-orang yang bersih hatinya, karena tujuan hidupnya hanya selalu untuk Allah. Dan orang-orang tersebut adalah para rasul, para nabi, dan para wali. Dan mereka adalah para sufi. Selain mereka? Saya katakan dengan tegas “tidak ada orang yang mendapatkan pengetahuan kasyaf.
Kita juga bisa belajar dari biografi Ibnu Taymiyyah. Dikatakan beliau sangat tidak menyukai teori wahdatul wujud Ibnu ‘Arabi dan hulul al-hallaj. Beliau menyalahkan orang-orang yang pernah berkata-kata syathahat (ungkapan tidak sadar seperti anal haqq) seperti al-Hallaj. Tetapi menjelang meninggalnya justru Ibnu Taymiyyah mengatakan kata-kata syathahat “anal haqq (Saya Yang Maha Benar). Beliau mengalami apa yang pernah dialami al-Hallaj. Saya yakin jika Ibnu Taymiyyah masih hidup penyataanya terhadap wahdatul wujud dan hulul al-Hallaj akan direvisi.
Sungguh-sungguh kebodohan yang diakui secara tersirat bagi mereka-mereka yang menyalahkan para sufi dan menjadikannya sebagai pembohong agama. Padahal para sufi adalah para kekasih Tuhan. Sedangkan mereka-mereka adalah orang-orang yang sama sekali tidak pernah mendapatkan pengalaman bercinta, indahnya bercumbu dan menyatu dengan Tuhan. Itulah KAUM SOK TAHU.
Apakah anda pernah mengetahui bahwa Tuhan sedang tersenyum, berdialog dan sibuk? Apakah anda pernah mengetahui bahwa Rasulullah sedang tersenyum? Apakah anda mengetahui bahwa dunia dan segenap isinya sedang digenggam oleh kuasa Ilahi? Apakah anda tahu sekarang para malaikat sedang marah campur gembira melihat anak manusia bermaksiat dan bercumbu dengan Tuhan? Apakah anda tahu semua hal-hal yang berkaitan dengan ghaib, rahasia, dan yang tersembunyi dibalik semua ciptaan Tuhan.
Saya jawab dengan keyakinan 100% yang mengetahui itu semua hanya ALLAH dan para sufi. Mungkin anda semua mengetahui hal tersebut melalu pengetahuan “katanya.” Sedangkan para sufi tidak dengan pengetahuan “katanya,” Tetapi melalui pengalaman langsung yang dirasakan sendiri.
Tahukah anda siapa para sufi itu? Jawabannya adalah para rasul, Nabi dan wali.Siapakah mereka? Mereka adalah prototype-prototype kekasih Tuhan yang mampu mengetahui dunia kasat mata dan dunia kasat hati. Jangankan alam kasat mata ayat-ayat al-Qur’an pun mereka memahaminya. Sayyidina Ali pernah berkata: Seandainya aku menafsirkan surat al-Fatihah, maka seratus onta tidak dapat memanggul seluruh catatan yang aku buat dalam menafsirkan kandungan ruh ayat ini.
Dengan demikian kandungan ruh (batiniah) ayat al-Fatihah lebih banyak dibanding kandungan lahiriahnya. Siapakah yang tahu dan memahami hal-hal seperti ini?sekali lagi jawabannya adalah “sufi.”
Ketika anda ingin mengetahui banyak hal tentang kebenaran, maka anda harus mengenal siapa yang memilikinya. Jawaban itu adalah Allah swt. Bagaimana kita dapat mengetahui kebenaran yang berasal dari Allah.jawabannya Tanya kepada orang yang menjadi kekasih Allah. Siapakah mereka? Sekali lagi jawabannya adalah para rasul, Nabi dan wali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar